Oh Sukawi, Nasibmu Kini

Di bawah hangat matahari Semarang yang mulai disibuki dengan segala persiapan menjelang Pilkada Jawa Tengah, muncul rumor yang santer bergulir di tengah-tengah semakin padatnya kota Semarang. Sukawi Sutarip - salah satu calon gubernur yang akan bersaing untuk merebutkan kursi panas nomor wahid Jawa Tegah - dinobatkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi APBD kota Semarang tahun 2004 senilai Rp 2,8 milyar. Sontak pemberitaan itu semakin menjadi primadona dan mampu meraup perhatian khalayak banyak. Bahkan, popularitas Sukawi Sutarip pun semakin melejit dengan pemberitaan tersebut.

Adalah sebuah usaha yang tidak main-main yang dilakukan pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah ini. Sebab, kasus tersebut sudah terbengkalai sekian lamanya. Dan baru diumumkan pada hari Senin, 5 Mei yang lalu. Tentu, hal ini semakin membelalakkan mata khalayak yang sudah sekian lama menunggu kabar tersebut. Ini juga sesuai dengan janji Jaksa Agung Hendarman Supanji beberapa hari sebelumnya (Rabu, 30/4). Ia mengatakan, "Dalam waktu dekat Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jateng akan mengumumkan tersangka baru kasus korupsi."

Kontan setelah kabar itu tersiar, ramai-ramai wartawan menggeruduk kantor Walikota yang saat ini masih menjadi singgasana sang calon orang nomor wahid ini. Kendati demikian, usaha wartawan untuk menemui sang kandidat ini tampaknya harus kandas menjadi peluh yang sia-sia. Sukawi lebih tertarik untuk menghindari jepretan kamera dan sodoran tape recorder serta kamera video. Ia justru melarikan diri melalui pintu rahasia setelah menemui anak kesayangannya Dani Sriyanto, Sekretaris DPD Partai Demokrat Jawa Tengah. Bahkan dalam upaya itu, beberapa wartawan sempat menerima perlakuan yang sedemikian sopannya dari salah seorang ajudan Sukawi.

Dengan tergopoh-gopoh, tiba-tiba sosok berbadan tinggi tegap dengan potongan rambut cepak itu yang tak lain adalah ajudan Sukawi menyapa ramah, "Mas, sudah ditunggu Pak Yani (salah satu pegawai di lingkungan Infokom Kota Semarang) di belakang. Nanti ketinggalan berita loh."

Namun beberapa wartawan tetap tak bergeming meskipun akhirnya berhasil pula membubarkan diri secara terhormat. Namun mereka tak kalah akal, mereka justru menunggu di balik pintu depan dengan duduk-duduk di atas lantai yang terbuat marmer dengan ditemani dua buah patung arca Dwarapala. Mereka pun saling berbagi keceriaan di tengah-tengah kepenatan hari yang semakin panas. Mereka saling mengawasi kalau-kalau sang kandidat ini lari dari terkaman kamera dan tape recorder mereka.

Hari mulai berkeringat. Udara lembab Semarang tetap saja tak begitu akrab bagi mereka yang tengah menunggu ketidakpastian. Meski mereka sendiri tahu, sulit untuk dapat menemui Sukawi. Tapi semangat mereka tetap saja tak surut. Barulah sekitar pukul 13.30 mobil yang rencananya akan ditumpangi Sukawi meluncur. Seketika itu mereka berpikir, Sukawi lolos. Namun dari kejauhan nampak sosok yang tak lain adalah Dani, dengan tinggi sekitar 165 cm dengan peci dan kemeja biru muda dan tas di impitnya berjalan menuju ke arah mobil yang diparkir di depan gedung DPRD Kota Semarang. Sekonyong-konyong beberapa wartawan pun lari mengejar sang anak emas. Di depan gedung megah kompleks perkantoran Walikota Semarang, saat sengat matahari begitu runcingnya menusuk pori-pori dan hampir mengelupaskan kulit mereka mencegat dan menggiring Dani dengan menusukkan pertanyaan-pertanyaan.

"Bagaimana tanggapan DPD Partai terkait penetapan status ini, Mas?" Tanya salah seorang wartawan.

Dengan senyum Dani menjawab, "Kami masih tidak percaya dengan pengumuman tersebut. Sebab, dalam peraturan disebutkan jika kasus-kasus yang ditangani merupakan kasus yang krusial, lebih-lebih menyangkut salah satu calon gubernur, pengumuman itu seharusnya diumumkan langsung oleh kepala Kejaksaan Tinggi dengan melibatkan jajarannya. Lah ini kan tidak. Pengumuman itu baru diberikan oleh salah seorang asisten Jampidsus."

Angin sedikit memberi kesegaran. Namun tak begitu lama, dalam hitungan detik wartawan kembali memberondongi Dani dengan pertanyaan. "Kalau begitu DPD menolak atas putusan tersebut?"

Lagi-lagi Dani dengan senyumnya yang khas dan terkesan tenang menjawab, "Ini kan urusan yang krusial. Seharusnya juga dikoordinasikan dengan Kejaksaan Agung."

"Langkah apa yang akan dilakukan DPD Mas?"

"Sebenarnya hari ini (Selasa, 6/5), kami akan menemui Kajati untuk melakukan cross check terhadap kasus ini. Namun rupanya Kajati sedang ada acara di lain tempat. Jadi saya akan menemuinya besok (Rabu, 7/5)." jawab Dani.

"Menurut Mas, apa ada indikasi black campaign di balik pengumuman ini?"

Dengan sedikit membetulkan peci hitamnya dan sebentar merapikan kemeja biru mudanya ia pun lantas menjawab, "Saya kira memang demikian. Mengingat dalam kurun waktu ini popularitas Sukawi-Sudharto saat ini sedang mengalami penaikan. Sehingga tidak menutup kemungkinan adanya indikasi ke arah itu. Hal ini bisa dilakukan oleh siapa saja mengingat masa pemilihan gubernur Jawa Tengah sudah dapat dihitung dalam hitungan hari. Untuk itu, kami akan meminta klarifikasi kepada Kejati. Sebab, dalam audit yang sudah dilakukan sebelumnya mengenai laporan administrasi terkait penggunaan APBD ini sudah diselesaikan dengan baik dan itu menunjukkan Sukawi bersih."

Sebentar kemudian mobil opel blazer hitam dengan plat H 15 BY yang sudah beberapa waktu menungguinya segera ia sambut. "Oke, itu dulu ya." Sapanya ramah. Tak lama ia pun menenggelamkan diri dalam mobil yang segera meluncur. Lambaian tangan Dani nampak samar dari balik jendela.

Di tempat lain, tepatnya di sebuah gedung perkantoran yang terletak di kawasan Jalan Veteran Semarang, ikut ramai pula ditelusur wartawan. Sungguh hari yang sangat sibuk bagi para pemburu berita ini. Di dalam sebuah ruang yang sederhana, mereka sempat ditemui oleh salah seorang anggota KPU Provinsi Jawa Tengah, Ida Budiarti. Kontan, ia pun menjadi sasaran empuk bagi pertanyaan-pertanyaan seputar kasus tersebut. Dan tanpa ba bi bu ia pun menegaskan, "Pencalonan Sukawi sudah ditetapkan. Jadi tidak mungkin untuk dicabut. Untuk itu kami masih menunggu keputusan hukum tetap kasus Sukawi."

Sementara hari masih begitu panjang, namun perjalanan waktu teramat singkat. Beberapa wartawan bergegas pula untuk menemui ketua DPW Partai Keadilan Sejahtera yang merupakan partai pengusung pasangan calon Sukawi-Sudharto ini. Pendirian partai inipun masih begitu kuat untuk mempertahankan Sukawi-Sudharto sebagai dua sejoli yang dijodohkan dalam singgasana kursi nomor 1 dan 2 Jawa Tengah.

"Ini kan belum pasti." kata Arif Awaludin.

Hari menjemput senja. Wajah lelah para pemburu berita kini nampak sudah. Dengan bekal yang energi yang tersisa, mereka pun mulai menghilang dari garis edar yang tak beraturan. Mereka seolah bukan hanya menjadi bagian dari kosmos melainkan kosmos itu sendiri yang memberi denyut kehidupan dalam setiap waktu. Masih banyak hari yang harus mereka kejar. Masih banyak hari yang tak boleh sedikitpun mereka lewatkan. Kepulangan mereka kali ini bukan berarti sebagai tanda mereka akan meninggalkan hari. Namun jauh dari itu, ada matahari pagi yang harus ia sambut esok.
[***]

Perburuan hari kedua pun dimulai. Segala macam senjata mereka siapkan pula. Dan waktu, menjadi semacam pertaruhan antara hidup dan mati. Inilah perang yang sesungguhnya. Saat matahari yang tak lagi akrab mereka pun harus tetap tegar beradu. Perjalanan pertama mereka kini menuju sebuah bangunan berlantai dua di sebuah gang kecil Jalan Menoreh Utara Raya. Bangunan yang tak lain adalah gedung sekretariat DPW PKS Jawa Tengah ini memang agak masuk menjorok ke dalam sebuah perkampungan. Bahkan, mungkin ini adalah satu-satunya gedung sekretariat sebuah partai yang sangat tidak mengekslusifkan diri. Sebab, mereka lebih memilih di dalam perkampungan daripada di tepi jalan besar. Sangat berbeda. Begitu hangat, begitu harmonisnya.

Kedatangan beberapa pemburu ini pun disambut dengan ramah oleh sang empunya gedung. Senyum dan sapa yang hangat sungguh membuat teduh. Ini adalah sebuah pertalian antar batin yang sangat jarang dapat ditemui. Bahkan sangat langka.

Sembari duduk santai di ruang front office, pembicaraan pun dimulai. Kebetulan, salah seorang fungsionaris DPW PKS yang tak lain adalah Sekretaris Umum, Sri Praptono datang mampir ke kantornya itu. Beberapa pemburu berita pun langsung menyambutnya dengan sederet pertanyaan.

"Bagaimana sikap PKS setelah penetapan Sukawi sebagai tersangka, Pak?"

Ia pun tersenyum sebentar, "Kami tetap akan mendukung. Karena kasus tersebut sampai saat ini kan belum jelas."

"Nah, upayanya apa, Pak?"

"Memang setelah pemberitaan tempo hari itu kondisi partai sempat mengalami kekhawatiran. Namun kami sudah melakukan koordinasi baik di internal maupun eksternal. Namun kembali kami tekankan, kami tetap optimis bagi kemenangan pasangan Sukawi-Sudharto." jawabnya.

"Ada upaya untuk memberikan bantuan hukum, Pak?"

"Saat ini kan sudah dilakukan oleh pihak Sukawi. Namun jika memang diminta, kami pun tidak menutup kemungkinan akan melakukannya."

"Soal indikasi adanya black campaign?"

"Ya kami tidak akan langsung menanggapi soal itu secara tergesa-gesa. Namun tidak menutup kemungkinan akan hal itu."

Jauh dari kantor DPW PKS yang sederhana itu, beberapa pemburu ini juga mengejar sosok Dani yang pada hari sebelumnya telah menjanjikan akan menemui kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. Di depan kantor Kejaksaan Tinggi, mereka pun langsung menghimpit tubuh Dani dan memberondongnya dengan pertanyaan.

"Kami akan lakukan pendalaman atas kasus ini. Saya yakin ini ada kepentingan politik di balik itu semua." jawabnya.

Kendati demikian, pernyataan Dani ini rupanya sampai pula ke telinga Rahmulyo, pimpinan pasukan Aliansi Masyarakat untuk Penegakan Hukum (AMPUH). Mendengar hal itu ia berang dan langsung berkomentar, "Aksi yang selama ini kami lakukan bukan untuk menjatuhkan popularitas Sukawi. Dan sama sekali jauh dari tujuan-tujuan politik paksis. Kami hanya melakukan penyadaran masyarakat. Kami hanya mengupayakan agar seluruh elemen masyarakat memiliki kepedulian terhadap kasus tersebut. Dan kami tetap akan berkomitmen akan terus mengawal kasus ini sampai di meja hijau."

Awan hitam kembali menyeruak di atas kota yang dulu dikenal sebagai Litle Netherland. Orang-orang kembali sibuk dan terus sibuk. Karena waktu terus bergulir. Namun saat ini yang terpenting mungkin adalah kembali mengistirah. Barangkali esok akan ada sebuah kabar baru lagi. Apapun itu, menjadi sesuatu yang penting bagi semua saja untuk kita cermati, kita nikmati saja. Toh ternyata perang urat saraf ini tetap saja tidak membuat masyarakat terlalu peduli. Mereka terlalu capai dan bosan untuk mengamati dari kejauhan mengenai hal itu. Salah seorang dari sekian juta warga Semarang bahkan mengatakan, "Kalau saya disuruh memilih, saya tidak akan memilih. Sebab terlalu sering masyarakat ini dikibuli." kata Erwin Setyohermawan. Siapa peduli? [Ribut Achwandi_Reporter Trijaya FM Semarang]

Komentar

we... aku siap berargumentasi di depan pengadilan.... He.. he...