
Dalam siaran persnya Rudjito mengungkapkan, hal tersebut dikarenakan penemuan LPS mengenai indikasi tindakan fraud yang dilakukan baik pengelola maupun pemilik BPR tersebut. Dalam hal ini, modus operandi yang dilakukan oleh pemilik BPR di antaranya; adanya deposito fiktif, penghimpunan dana deposito yang tidak tercatat dalam neraca, pencairan deposito yang tidak diketahui oleh pemilik, adanya rekayasa pemberian kredit, dan penggelapan uang bank. Hal ini pada gilirannya akan sangat berpengaruh pada keberadaan nasabah BPR yang sampai saat ini merupakan jumlah nasabah terbanyak dibandingkan perolehan jumlah nasabah bank umum.
"Jumlah rekening bank umum ada 98% dari total pemegang rekening sekitar 89 juta pemegang. Sedang di BPR jumlah rekening ada sekitar 99,5%." Kata Rudjito.
Jumlah nasabah yang lebih banyak ini tentunya akan menjadi pekerjaan berat bagi LPS untuk menyelamatkan BPR tersebut. Untuk itu, sebagaimana dikatakan Rudjito, "Dari pengalaman 13 BPR yang sudah kami verifikasi kenyataannya tidak dapat diselamatkan. Sehingga, meskipun kita menghitung, kalaupun kita menyelamatkan dengan menggunakan Capital Ediquetio Ratio 4%, dan menambah modal di situ, tetap tidak akan mampu untuk mengangkat BPR itu untuk sehat kembali." jelasnya.
Selain itu, permasalahan lain yang turut dipertimbangkan oleh LPS terkait dengan potensi yang dimiliki BPR secara prospektif ke depan BPR bersangkutan.

Dalam beberapa hal, LPS memiliki kewenangan untuk merekomendasikan BPR untuk dicabut izinnya. Hal ini terutama dengan adanya pemberlakuan UU no. 24 tahun 2004. "Kalau bank itu sudah tidak dapat diselamatkan, BI dapat segera menetapkan CDO. Melarang BPR untuk menerima dana dari masyarakat dan pemberian kredit. Namun dalam kenyataan, masih terdapat beberapa BPR yang melanggar aturan itu." jelas Rudjito.
Untuk itu, dalam rangka memberikan jaminan kepada penyelamatan BPR, LPS kali ini akan melakukan kerja sama dengan BI dan Kantor BI di daerah-daerah untuk memberikan pengawasan yang intensif terhadap perkembangan BPR di daerah.
Sementara itu, ketika disinggung mengenai kondisi BPR di Semarang, Pimpinan KBI Semarang Zaeni Aboe Amin mengungkapkan saat ini di Semarang terdapat satu BPR bermasalah. Namun demikian, dirinya enggan untuk menyebutkan identitas BPR tersebut. [Ribut Achwandi_Reporter Trijaya FM Semarang]
Komentar