
Semarang, Bila Anda pernah mendengar lantunan lagu yang ditembangkan dari suara melengking pesinden Jawa Waljinah, tentu Anda pernah mendengarkan satu bait yang sangat tepat dengan kondisi dengan semarang.
Semarang kaline banjir
Jo sumelang, jo dipikir
Demikian kira-kira bunyi kalimat tersebut yang terdapat dalam lagu "Walang Kekek". Kiranya tidaklah berlebihan lagu tersebut kemudian muncul di ranah dunia kesenian Jawa. Hal tersebut ternyata tidak hanya memberikan gambaran secara konkret mengenai kondisi kota Semarang. Namun sekaligus sebagai otokritik yang mengedepankan permasalahan sosial yang terjadi di kota Semarang. Bagaimana tidak, selama ini upaya pemerintah kota Semarang dalam menangani masalah tersebut masih saja setengah hati dan terkesan tidak ingin basah. Pemerintah kota Semarang seakan selalu mengangkat tinggi-tinggi celana mereka agar tidak kuyup serta menjinjing tinggi-tinggi sepatu pantovel yang mengkilap itu agar tidak kotor terkena lumpur. Hal inilah yang kemudian secara tajam kemudian menjadi sorotan dalam dunia lagu.
Walang Kekek, sebuah lagu jenaka yang penuh sindiran yang begitu satir dan tidak main-main. Sebaliknya, pemerintah kota Semarang terlalu asik bermain-main dalam kubangan genangan rob dan banjir. Membuat kapal kertas, dan sederet aturan yang kurang mampu mengejawantahkan keinginan masyarakatnya sendiri.
Baru-baru ini, pemerintah kota Semarang mempublikasikan data terakhir mengenai genangan rob. Walhasil, sangat menakjubkan. Dari sekitar 3.000 hektar lebih yang tergenang rob, dalam tahun 2007 pemerintah kota sudah mampu mengurangi luasan genangan tersebut menjadi 600 hektar. Ada apa ini?
Hampir semua kalangan Dewan yang tadinya duduk manis tiba-tiba tercengang. Mereka bertanya, apa ini benar-benar bisa dipertanggungjawabkan? Agung Budi Margono pun ikut berseloroh, "Ini merupakan kemajuan yang luar biasa. Namun sepanjang data tersebut memang dapat dipertanggungjawabkan."
Di lain hal, Susetyo pun menimpali, "Ini data yang menurut saya kurang akurat. Di tempat tinggal saya, genangan rob masih saja terjadi."
Sungguh mengherankan. Capaian hasil yang luar biasa ini ternyata masih banyak didebatkan di meja sidang. Apakah mungkin memang masih perlu diperdebatkan? Padahal, dalam lagunya, Waljinah kembali mengungkapkan, "Jo sumelang, jo dipikir (jangan kecewa, jangan dipikirkan)." Ya, karena lembaga pemerintahan yang seharusnya memikirkan pun masih belum juga berpikir.
Sumber Foto: http://loenpia.net/blog/wp-content/uploads/2007/02/banjir05.jpg
Komentar