Kronologi Tuntutan Pengembalian Uang SPI di SD Telogosari Wetan

SEMARANG, 17 November 2008

Tiba-tiba saja gedung DPRD Kota Semarang diramaikan dengan kehadiran sejumlah orang tua murid SD Negeri Telogosari Wetan. Kedatangan mereka kali ini tentunya tidak hanya semata ingin datang dan duduk di gedung tempat menampung suara rakyat tersebut. Kali ini mereka punya alasan kuat untuk mendatangi gedung tersebut. Memasuki lorong koridor lobi gedung tersebut, dengan langkah pasti mereka langsung menuju salah satu ruang rapat komisi yang tidak lain adalah komisi D.

Dengan diterima langsung oleh ketua Komisi D DPRD Kota Semarang Ahmadi, mereka menyampaikan keluh kesah mereka tentang praktik penarikan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) yang dilakukan oleh pihak sekolah. Salah satu dari mereka mengatakan bahwa sejauh ini mereka merasa tertipu dengan pemberlakukan pungutan sumbangan tersebut. Pasalnya, setelah mengetahui ketentuan peraturan mengenai pemungutan dana sumbangan tersebut yang kemudian diketahui tidak diberlakukan kembali dalam PPD tahun 2008 ini, dengan nyata-nyata pihak sekolah justru masih tetap memberlakukan pungutan SPI tersebut. Ia mengaku, untuk besaran SPI di SD tersebut, disesuaikan dengan kondisi ekonomi orang tua murid. Dijelaskan pula bahwa untuk pemegang kartu BLT, besarnya SPI mencapai Rp 400.000, sementara untuk orang tua murid yang tidak memiliki kartu BLT beban SPI yang harus dibayar sebesar Rp 600.000.

Hal ini kontan dirasa memberatkan bagi mereka yang menyambangi kgedung DPRD kota Semarang siang itu. Sehingga mereka menyampaikan tuntutan agar DPRD kota Semarang segera melakukan penelusuran terhadap polemik tersebut. Sebab, sebelumnya mereka telah menyampaikan keluhan yang sama kepada Dinas Pendidikan kota Semarang. Namun sejauh ini belum juga ada hasilnya. Mereka juga mendesak agar uang sumbangan yang kadung dibayarkan tersebut segera dikembalikan.

Menanggapi hal tersebut, ketua Komisi D DPRD kota Semarang Ahmadi menyatakan, pihaknya akan segera melakukan penelusuran terhadap kasus tersebut. Ia juga menjanjikan akan memanggil kepala sekolah bersangkutan untuk dimintai keterangan.

SEMARANG, 18 November 2008

Setelah mendapatkan teguran keras dari DPRD kota Semarang, kepala SD Negeri Telogosari Wetan Khomsini segera melangsungkan pertemuan dengan orang tua murid. Semua orang tua murid kelas 1 saat itu diundangnya semua. Tentu hal ini sebagai upaya untuk meluruskan kembali masalah yang sebenarnya terjadi.

Khomsini dalam hal ini menjelaskan kronologi mengenai polemik tersebut. "Sebelumnya kami telah melakukan rapat terlebih dahulu kepada seluruh orang tua siswa untuk membahas mengenai pungutan SPI tersebut. Dan semua orang tua murid yang hadir pada waktu itu setuju dan tidak keberatan dengan keputusan pungutan SPI tersebut." jelasnya.

Menurutnya, sejauh ini pihaknya terpaksa melakukan hal tersebut sebagai upaya untuk memenuhi pembangunan dan perbaikan fasilitas pendukung belajar bagi siswa. Terutama menyangkut keberadaan sarana kamar mandi yang sampai saat ini hanya terdiri atas 2 unit kamar mandi yang dipaksakan untuk menampung 470 siswa. Sedang untuk dana-dana bantuan hingga kini sebagaimana dijelaskan Khomsini belum diterimanya. Untuk alasan itulah, SPI diberlakukan.

Khomsini mengakui hal tersebut sudah melenceng dari aturan mainnya. Hanya saja, keterdesakan pihak sekolah memaksa pihak sekolah untuk melakukan hal tersebut. Bahkan, hingga kini pengajuan bantuan kontingensi untuk dua gedung sekolah, yaitu SD Telogosari Wetan 1 dan 2 belum juga terealisasi. Sementara untuk menganggarkan dana BOS dan BPP dalam pembangunan fasilitas tersebut sudah tidak mungkin.

Namun demikian, ketika disinggung kemungkinan untuk memenuhi tuntutan orang tua murid ini, ia mengaku tidak keberatan hanya saja ia menekankan harus ada mekanisme yang jelas.

SEMARANG, 19 November 2008

Polemik praktik pungutan SPI ini nampaknya sampai pula di telinga pejabat publik di lingkungan Pemerintah kota Semarang. Kali ini, Walikota Semarang Sukawi Sutarip menanggapi hal tersebut dengan sikap yang sangat tegas. Ia meminta agar semua pihak terutama pihak sekolah memperhatikan tuntutan orang tua murid dan tidak menggunakan terlebih dahulu anggaran dana sumbangan yang sudah terkumpul. Sebab, selama ini masalah PPD jalur khusus sebagai awal kemunculan masalah-masalah seperti penggunaan dana SPI ini, masih dibahas dalam rapat-rapat panitia khusus hak angket PPD jalur khusus 2008.

Dengan sikap tegas ia juga menyatakan, "Jika kemudian ada salah satu sekolah yang menggunakan dana tersebut, maka itu di luar prosedur. Untuk itu, pihaknya tidak akan main-main dalam menerapkan sanksi yang akan dilimpahkan kepada Badan Kepegawaian Daerah. Sementara untuk pengkajian lebih mendalam, ia akan menyerahkannya kepada Bawasda kota Semarang."

Robert Dahlan

Komentar