Budaya Langka di Negeri Langka

Kelangkaan nampaknya sudah membudaya di negeri ini. Padahal kita tahu persis, negeri ini cukup disuburi dengan kekayaan alam yang meruah limpahannya. Namun anehnya, kita sering kali tidak sadar kenapa kelangkaan terus saja terjadi. Apakah gara-gara korupsi? Ataukah karena kita sebagai bangsa yang cukup bangga untuk mendongakkan dagu ini justru memiliki sebuah tabiat yang kurang baik lantaran kita tidak peduli dengan nasib bangsa ini? Atau karena kita terlalu sering memanfaatkan setiap isu itu sebagai muatan politik sehingga kita terlalu keasyikan bermain dalam kubangan lumpur politik yang terlalu didramatisir sedemikian rupa?

Mau tidak mau harus diakui kesemuanya itu mungkin ada benarnya. Sebab, politik di negeri ini selalu bertautan dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Korupsi, yang semestinya tidak menjadi kian parah, ternyata makin lama makin jadi. Hal ini semakin menandakan bangsa ini semakin lupa daratan. Yang pada gilirannya, membuat bangsa ini semakin sombong saja untuk mengatakan sebagai bangsa besar. Sebab, pada kenyataannya bangsa ini masih lengah dalam menjalankan fungsinya secara politis. Pemerintah yang seharusnya melindungi aset negara yang diamanatkan dalam UUD 1945 ternyata justru dijadikan ajang perebutan oknum pejabat korup untuk melakukan penyelamatan aset negara itu sebagai klaim pribadi. Tentu ujung-ujungnya adalah tindakan korupsi. Jual beli aset negara menjadi sebuah pemandangan yang sering kali kita temui dalam koran-koran, siaran televisi dan radio. Kong kalikong para pengusaha yang menyamar sebagai penguasa terus saja terjadi. Sehingga semakin samar mana perusahaan negara mana yang swasta. Jabatan rangkap ketua partai yang sekaligus menjadi pejabat acapkali mengaburkan makna demokrasi. Dimana kepentingan rakyat menjadi diprioritaskan dalam batas golongan-golongan politik. Reformasi yang macam apa ini?

Dramatisasi politik kekuasaan menjadi sorotan yang cukup unik di negeri ini. Sebab, hampir setiap masa pergantian kekuasaan selalu diisi dengan isu-isu kelangkaan bahan pokok kebutuhan masyarakat. Tak jelas siapa yang bermain dan siapa yang sedang dipermainkan dan untuk apa. Budaya politik yang semacam ini saya kira memang tidak patut untuk diabadikan lagi di negeri ini. Namun pada kenyataannya, ini terus terjadi.

Lantas apa yang sebenarnya diinginkan penguasa?

Komentar