Pengawasan Hewan Kurban di Semarang Masih Lemah

Sejak beberapa hari lalu, sejumlah kawasan di kota Semarang nampak mulai diramaikan suara embikan kambing serta lenguhan sapi. Meski terbilang kota besar, namun jika sudah mendekati hari raya Idul Adha atau Idul Kurban, tetap saja kota Semarang memiliki nuansa yang unik dalam menjemput datangnya hari raya ini. Namun bukan berarti serta merta kota Semarang jauh dari pencitraannya yang sangat berambisi untuk menjadi salah satu kota Metropolitan di Jawa Tengah ini. Hanya saja, ini persoalan tradisi ibadah bagi umat Muslim yang akan melakukan kurban. Sehingga, untuk mempermudah akses warga kota Atlas ini, sejumlah pedagang mulai merapat ke sisi-sisi kota. Tentu dengan usaha mereka ini tidaklah murah harganya.

Namun dari sisi lain, keramaian kota dengan berbagai jenis hewan ternak yang dicalonkan sebagai hewan kurban ini, nampaknya dilihat sebagai suatu fenomena yang patut dicermati. Jika tidak, bukan tidak mungkin peredaran hewan-hewan kurban ternyata justru akan menuai celaka bagi warga kota Semarang ini. Otomatis hal ini pun menjadi perhatian khusus bagi pemerintah kota setempat. Bahkan tidak tanggung-tanggung, segala bentuk operasipun digelar hanya untuk memberi jaminan pasti terhadap kemungkinan masuknya hewan kurban yang terjangkit penyakit secara terselubung. Kali ini, Dinas Pertanian kota Semarang-lah yang punya gawai.

“Sejak tanggal 3 hingga 10 Desember nanti, kami telah menerjunkan 45 orang petugas pemeriksa hewan kurban. Kesemuanya kami sebar ke 16 kecamatan yang ada di Semarang.” Ujar Totok Susanto, Kasi Kesehatan Hewan Dinas Pertanian kota Semarang.

Tentu ini bukan pekerjaan ringan. Sebab, untuk mengawasi peredaran hewan kurban ini harus dilakukan secara menyeluruh. Tidak ada yang boleh tertinggal. Kata Totok Susanto, “Pengawasan kami lakukan ke seluruh tempat-tempat penjualan hewan kurban. Juga kami lakukan ke tempat-tempat yang akan dijadikan sebagai tempat penyembelihan hewan. Baik itu di masjid maupun rumah tangga.”

Dan benar saja, menurutnya, semua tempat yang didalamnya terdapat hewan yang dicalonkan untuk dikorbankan ini, terus ditelusuri. Ini memang benar-benar upaya yang sangat serius. Sebab, jika tidak, hewan berpenyakit, bukannya tidak mungkin akan lolos dari incaran petugas. Alhasil, bukannya beribadah, niatan kurban malah bisa jadi petaka bagi masyarakat. Nah, sebenarnya apa yang dapat menunjukkan hewan kurban itu sehat? Dan apa yang membedakannya?

Jawab Totok Susanto kali ini cukup detil. “Hewan yang sehat itu biasanya ditandai dengan ciri-ciri fisik seperti bola matanya nampak segar dan bulat penuh. Selain itu, pada hidung tetap basah, tapi bukan lendir atau sedang terkena flu. Bulunya tidak berdiri atau jabrik. Dan kuku-kukunya sempurna bentuknya. Sedang untuk sepasang tanduknya, tidak ada satu pun yang cacat atau rusak.”

Belum lepas dari jawabannya, Totok Susanto yang memiliki kumis tebal pun melanjutkan jawabannya seraya menegaskan kembali apa yang tengah dilakukan oleh dinas tempat ia mengabdikan diri. “Pengawasan ini, sengaja kami lakukan sebelum dan sesudah hari saya Idul Adha. Sebab, biasanya proses penyembelihan itu dilakukan juga sampai H+3. Kalau di Korpri itu biasanya penyembelihan dilakukan hari kedua. Jadi, pengawasan ini kami lakukan terhadap hewan baik sebelum maupun sesudah disembelih. Dan biasanya, penyakit yang menjangkiti seekor sapi itu biasanya ada cacing hati. Sehingga, ketika nanti ditemukan cacing hati pada saat setelah disembelih. Kami menghimbau agar bagian itu segera dibuang.”

Namun kemudian, ketika ia ditanya mengenai tindakan hukum yang dapat menjerat penjual hewan kurban bermasalah, dengan terbata-bata ia menjawab, “Ya, kami sebatas memberikan himbauan kepada penjual agar tidak menjual hewan tersebut.”

Sungguh sayang, ketika sebuah sistem pengawasan yang disusun secara sempurna ini ternyata tidak sepenuhnya diikuti oleh sebuah kebijakan hukum yang cukup ketat terhadap kemungkinan adanya pedagang ‘nakal’. “Selama ini, ya, kami hanya bisa melakukan himbauan.”

Pertanyaan yang muncul kemudian, lantas apakah tidak ada penertiban? Dengan semakin terbata-bata ia berkilah, “Ya kami selalu melakukan penertiban ya. Tapi kan itu calon pembeli juga tahu dan bisa memilih mana yang baik bagi mereka. Jadi kalau kemudian ditemukan ada yang tidak sehat, tentu pembelipun enggan untuk membelinya.”

Meski demikian, memang harus diakui pula kelemahan ini patut untuk menjadi sebuah perhatian khusus bagi pemerintah daerah manapun. Sebab, dengan peredaran hewan kurban yang biasanya selalu mengalami peningkatan setiap jelang hari Idul Adha ini, harus dijadikan sebuah koreksi bagi pemberlakukan kebijakan mengenai perlindungan konsumen. Di kota Semarang sendiri, sebagaimana dijelaskan Totok Susanto, peningkatan peredaran hewan kurban pada tahun ini diperkirakan meningkat hingga 25% dari tahun lalu.

“Tahun lalu, untuk sapi itu mencapai 808 ekor. Sedang kerbau 7 ekor, domba 371 ekor, dan kambing ini yang paling banyak yakni mencapai 4.955 ekor.” Jelasnya.

Komentar