Rokok Dilarang Masuk Semarang

Mungkin dalam beberapa hari ini, tulisan yang biasanya terpasang di kantor-kantor dan tempat-tempat umum lainnya yang berbunyi ‘Dilarang merokok’ atau ‘Terima kasih tidak merokok di ruangan ini’ atau juga ‘Ruang ber-ac, dilarang merokok di sini’, akan benar-benar berbunyi demikian. Jadi, bagi Anda perokok berat, mungkin bersiaplah untuk terjaring operasi rokok di kota Semarang. Bukan berarti saya menakut-nakuti, tapi saat ini Pemerintah kota Semarang nampaknya mulai berserius diri untuk memberlakukan aturan kawasan tanpa rokok. Lho kok bisa?

Bisa saja. Sebab, kemarin (Kamis, 4 Desember 2008) tanpa ba-bi-bu Walikota Semarang telah membubuhkan tanda tangannya di atas lembaran yang berisi deklarasi kawasan tanpa rokok. Penandatanganan ini dilakukan di dalam ruang data yang merupakan salah satu ruang di dalam kompleks gedung Balaikota Semarang bersama beberapa instansi terkait seperti Dinas Kesehatan kota Semarang, LP2K (Lembaga Perlindungan dan Pembinaan Konsumen), serta Komunitas Peduli Kawasan Tanpa Rokok.

Mungkin kesan yang kita tangkap saat ini, begitu mendengar kabar tersebut, langsung mereferensi pada pengalaman yang telah dialami oleh salah satu kota besar di Indonesia ini, Jakarta. Beberapa waktu lalu, Ibukota Indonesia ini telah memulai untuk memberlakukan larangan merokok di sembarang tempat. Namun pada kenyataannya, hal tersebut masih ditemukan bolong-bolong di sana-sini. Tanpa bermaksud mempertanyakan keberhasilan sistem ini, sebenarnya mampukah kota Semarang melakukannya?

Kali ini Walikota Semarang, Sukawi Sutarip dengan optimis menyatakan, “Deklarasi ini yang saya tunggu-tunggu nih! Karena kami ingin membuat SK, seperti yang sudah saya sampaikan kepada bagian hukum, tolong pelajari untuk membuat SK atau Perwal atau apa namanya, untuk mengatur tentang mereka yang merokok itu harus di mana. Jadi ada tempat-tempat khusus yang boleh merokok, dan tempat-tempat khusus yang tidak dibolehkan untuk merokok. Sehingga tidak mengganggu yang tidak merokok. Karena apa? Kalau kita sedang berada dengan Komunitas Peduli Kawasan Tanpa Rokok, ini dari masyarakat luas kan? Ini artinya adalah gayung bersambut. Antara keinginan pemerintah dengan keinginan masyarakat. Sehingga mudah-mudahan kalau nanti muncul Peraturan Walikota itu akan ditaati masyarakat luas kota Semarang.”

Dengan demikian, hal ini mungkin merupakan hal baru bagi masyarakat kota Semarang. Sebab, pendeklarasian kawasan tanpa rokok ini ternyata belum dibarengi dengan lahirnya sebuah regulasi yang mengikat dan kuat untuk dapat menekan pertumbuhan asap rokok di kota Semarang yang cukup panas ini. Namun upaya serius ini, nampaknya akan semakin diperuncing dan dipertajam lagi. Sebab, meskipun belum terbentuk, cikal bakal Perwal ini sudah mengarah pada tanda-tanda akan mengacu pada pembentukan Perda.

“Soal sanksi yang akan diberlakukan, nanti akan kami bahas bersama antara pemerintah dengan penggagas deklarasi. Atau juga akan dapat dimungkinkan untuk meniru apa yang sudah dilakukan oleh beberapa kota besar lainnya. Seperti Surabaya, Jakarta, Bogor, Medan dan Cirebon.” Ujar Sukawi Sutarip kemudian.

Tak ada asap tanpa api, pengerucutan aturan mengenai kawasan tanpa rokok ini nampaknya akan semakin menjadi bahan perbincangan yang cukup menarik dalam kajian-kajian lanjutan. Sebab, bagaimanapun juga tidak mudah bagi pihak manapun untuk dapat menumbuhkan kesadaran bahaya merokok. Di samping akan sangat berpengaruh terhadap pendapatan cukai tembako, hal ini sempat pula menuai polemik yang cukup unik. Terutama terkait dengan kemungkinan munculnya pengangguran angkatan baru di era millenium ini.

Secara apik, Sukawi Sutarip dalam pidatonya menyinggung hal tersebut. “Ada sebuah penelitian, yang menyebutkan bahwa selama ini kekayaan dari pengusaha rokok ini hampir mencapai 50% dari total APBN. Bisa dibayangkan seberapa kayanya mereka. Namun, di satu sisi, 80% dari masyarakat perokok di negeri ini adalah orang miskin. Artinya apa? Artinya, orang-orang miskin inilah yang membuat pengusaha rokok ini semakin kaya. Dengan kata lain, orang-orang miskin inilah yang menyumbang iuran untuk kekayaan pengusaha rokok.”

Lain halnya dengan sang koordinator Komunitas Peduli Kawasan Tanpa Rokok, Abdun Mufid. Dia menjelaskan dengan gamblang, bahwa sejak awal komunitas ini telah memiliki sebuah masterplan yang siap luncur. Dalam hal ini, dia mengungkapkan, “Idealnya aturan ini akan jauh lebih efektif bila diperdakan. Tapi sebagai proses awal, SK ataupun Perwal saya kira cukup dapat membantu untuk mendorong terciptanya segera Perda kawasan tanpa rokok tersebut.”

Terkait dengan amanat yang dititipkan Walikota Semarang, dirinya mengaku akan segera menindaklanjutinya. Dengan demikian upaya ini patut menjadi sebuah perhatian dari semua pihak. Bukan lantaran bahaya merokok bagi kesehatan melainkan penciptaan atmosfer yang jelas lebih sehat bagi semua. Semoga harapan tidak hanya meninggalkan mimpi belaka.

“Kami optimis, dengan belajar dari pengalaman-pengalaman kota-kota lain Perda tentang kawasan tanpa Rokok ini akan segera dapat terwujud.” Tandasnya.

Komentar