Romantisme Johar (Bagian 1)

Salam,

Sebenarnya apa yang salah dengan pasar Johar? Tidak ada jawaban pasti untuk dapat menunjukkan kesalahan yang ditimpakan padanya. Yang jelas, ia hanya salah satu dari sekian banyak aset kebudayaan masyarakat kota Semarang yang kini pesonanya kian pudar lantaran perkembangan zaman telah membawanya berubah sedemikian rupa. Jika berabad-abad lalu, pasar ini terkenal sebagai pusat perbelanjaan masyarakat yang begitu akrab, kini jangan berharap keakraban dan keramahan wajah pasar kebanggaan masyarakat Semarang ini masih menampkkan kemolekannya. Lapak-lapak yang kian memenuhi sisi jalan kota yang menyempit sudah dapat dibilang tidak mampu lagi memancarkan pesona pasar Johar ini. Bangunan-bangunan megah di sekitarnya pun turut serta membuat pemandangan pasar ini kian kumuh. Sehingga tidak heran jika untuk menghirup udara segar di pasar ini menjadi kian sulit. Tentunya kondisi ini mencerminkan ada sesuatu yang salah dengan penataan kawasan yang sangat subur ini.

Melihat kondisi yang semacam ini, kemudian pada tahun 2005 Pemerintah kota Semarang selaku pemangku kekuasaan teritorial atas seluruh kehidupan di kawasan kota, mencoba mewacanakan untuk melakukan revitalisasi terhadap pasar Johar. Wacana inipun kemudian semakin berkembang dan semakin mendapatkan tempat di berbagai media massa. Sejumlah media-media lokal dan nasional menempatkan wacana tersebut di setiap halaman pertama sudut kiri. Bahkan dalam beberapa media lokal seperti Suara Merdeka yang merupakan surat kabar yang lahir di kota Semarang ini, secara khusus menempatkan rencana besar ini ke dalam tajuk rencana mereka. Artinya, wacana tersebut jelas-jelas telah menyedot perhatian khusus dari masyarakat kota yang dikenal sebagai kota lunpia ini.

Secara historis, perkembangan pasar Johar dimulai pada tahun 1860. Awalnya, pasar ini hanya sebuah lahan kosong yang ditumbuhi pohon johar. Lantaran lokasinya yang berdekatan dengan Pasar Pedamaran dan penjara Semarang, lahan kosong inipun semakin ramai dikunjungi oleh orang. Untuk itulah pemerintahan Belanda pada saat itu berinisiatif membuka ladang perdagangan di sana. Lima tahun sejak dibuka, 240 buah dasaran mulai tumbuh di sana. Jumlah itu cukup besar pada masa itu. Dengan kondisi yang sedemikian kondusifnya untuk sebuah pengembangan kawasan ekonomi, niatan untuk memperluas area inipun kembali bergulir. Pemerintah Belanda dengan mengucurkan dana sebesar 1.800 franc, membuka los-los baru. Tidak cukup berhenti di situ, pengembangan kawasan inipun secara terus menerus dilakukan oleh pemerintah Belanda pada saat itu.

Tahun 1920, kembali pemerintahan Belanda mengembangkan dan membangun los-los baru sampai pada akhirnya tahun 1931, pemerintah Belanda membongkar penjara tua dan kota praja mendirikan Pasar Centraal yang luas dan modern. Sebuah konsep pengembangan kawasan bisnis yang cukup cantik dimainkan oleh pemerintah Belanda pada waktu itu. Pasar ini menyatukan lima pasar yang berada di sekitar kawasan tersebut yakni Pasar Johar, Pasar Pedamaran, Pasar Benteng, Pasar Jurnatan, dan Pasar Pekojan. Namun demikian, pengembangan pasar ini ternyata telah sedikit memanfaatkan lahan alun-alun yang dalam kebudayaan orang Jawa dijadikan sebagai tempat untuk berkumpul. Kendati demikian, terlepas dari kontroversi ini, pengembangan pasar Johar ini telah membesarkan nama pasar ini sebagai pasar terbesar di Asia Tenggara pada waktu itu.

Seiring perkembangan zaman, laju pertumbuhan kawasan itu semakin tidak jelas. Terutama setelah Belanda menyerahkan otoritas penguasaan wilayah kepada Indonesia, sebuah negara baru yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Tahun 1960, menjadi catatan penting dalam perjalanan pengembangan pasar ini. Di saat itulah muncul sebuah upaya pengembangan yang kurang cerdas terhadap kawasan tersebut. Kemunculan dinding tambahan yang diharapkan akan memberikan sentuhan modernitas serta sebagai upaya untuk melakukan pengembangan kawasan tersebut justru berbanding terbalik dengan kenyataannya. Dinding tambahan ini malah memberi kesan sebagai sebuah gangguan terhadap sirkulasi udara. Namun tak berapa lama tambahan itu lantas dibongkar sebab kurang serasi dan menimbulkan hawa tak nyaman.

Kemasyhuran pasar Johar yang kian melejit ternyata telah mengundang khalayak dari berbagai daerah untuk mendatangi pasar tersebut. Ini mungkin menjadi sebuah berkah yang mungkin juga sebagai sebuah bencana bagi keberadaan pasar ini. Berkah karena dengan semakin ramainya pasar ini telah menumbuhkan kondisi ekonomi masyarakat semakin meningkat. Sementara bencana karena pengembangan kawasan ini yang dilakukan oleh pemerintahan Indonesia pada tahun 1978 justru semakin tidak jelas. Pembangunan kompleks pasar Kanjengan yang pada waktu itu sedianya akan dijadikan sebagai salah satu solusi dalam pengembangan pasar, justru telah menggerogoti rasa kenyamanan bagi masyarakat. Hal inilah yang nampaknya mulai membuat kondisi pasar kian semrawut, lebih-lebih pada tahun 1985. Kondisi pasar kian dipenuhi dengan pedagang-pedagang baru yang memenuhi teras pasar. Alhasil, kemegahan dan pesona pasar Johar kian memudar sudah.

Bersamaan memudarnya pesona pasar Johar inilah kemudian keinginan pemerintah kota Semarang yang dipimpin oleh Walikota Semarang Sukawi Sutarip memunculkan gagasan untuk membangun kembali pasar Johar. Namun hal itu kemudian menuai kritik tajam dari berbagai kalangan karena dicurigai niatan tersebut justru akan semakin memudarkan kemegahan pasar yang memiliki ikatan secara emosional bagi masyarakat Semarang. Kaum pedagangpun menolak mentah-mentah niatan itu. Sebab, muncul rumor bahwa keinginan pemerintah untuk membangun kembali pasar Johar yang sudah kian kumuh ini diartikan sebagai pembongkaran dan perombakan besar-besaran terhadap keutuhan pasar JOhar. Jika demikian yang terjadi, maka kota Semarang dikhawatirkan akan kehilangan sejarahnya sendiri.

Ketakutan ini wajar saja ditunjukkan oleh pedagang sebab pengalaman renovasi pasar yang dilakukan pada tahun 1980 hingga 1982 silam, telah membuat kondisi perekonomian masyarakat terpuruk. Renovasi ini telah membuat 70% pedagang bangkrut dan 30% lainnya mampu bertahan hidup dalam sesaknya nafas ekonomi masyarakat yang sulit. Bahkan dalam sebuah tulisan di salah satu media massa disebutkan dengan judul besar Revitalisasi Pasar Johar Akan Gusur 15.000 Pekerja. Disebut pula di dalam tulisan tersebut, beberapa orang yang terancam tergusur ini di antaranya pedagang kios dan los, karyawan toko, tukang parkir, dan pedagang lesehan. Ini diperparah pula dengan situasi ekonomi pada waktu itu. Kenaikan harga BBM yang merangkak naik yang disertai dengan kenaikan harga bahan-bahan pokok lainnya telah mendorong pedagang maupun pekerja kesulitan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan hidup mereka.

Namun demikian, Pemerintah kota Semarang nampaknya tetap tidak bergeming. Proses revitalisasi ini tetap akan dijalankan. Hal ini dikarenakan Pemerintah kota Semarang kadung melontarkan wacana tersebut kepada sejumlah calon investor. Ketakutan untuk kehilangan muka, Pemintah kota Semarang masih saja meneruskan usaha tersebut dengan kembali membuka kesempatan bagi investor lain untuk masuk ke dalam proses penawaran tersebut. Dalam hal ini, Pemerintah kota Semarang masih mencari konsep paling tepat untuk pengembangan kawasan tersebut.

Dua investor yang telah menyumbang konsep pengembangan pasar Johar ini diantaranya ialah PT. Java Development Propertindo dan PT. Rimba Jati. Mereka menawarkan sebuah konsep yang mewah dan sungguh menyilaukan mata bagi awam. Sebab, dalam kaitan revitalisasi yang mereka tawarkan ini, mereka mencoba menerjemahkan pembangunan kembali pasar Johar ini akan disulap sebagaimana pasar modern Mangga Dua di Jakarta. Tidak main-main, harga yang ditawarkannya pun cukup membumbung tinggi yakni sekitar Rp. 4 triliun hingga Rp. 6 triliun.

Dalam perkembangannya, polemik ini semakin meruncing ketika pedagang di kawasan yang subur ini semakin mengasah pisau perlawanan mereka. Upaya-upaya penolakan terus saja tidak pernah terpatahkan. Mendengar hal ini, DPRD kota Semarang ikut memerah pula telinganya. Dengan kesumpekan polemik yang terus saja berkembang ini, DPRD kota Semarang menyarankan agar dalam membahas mengenai rencana besar ini Pemerintah kota Semarang juga libatkan tim ahli. Pelibatan sejumlah ahli atau pakar yang terwadahi dalam Dewan Pertimbangan Pembangunan Kota Semarang. Namun demikian, lagi-lagi rencana untuk merombak pasar Johar ini justru kembali menemui penolakan yang justru digemborkan oleh tim pakar ini. Pasar Johar kembali menjadi sebuah primadona yang kian ramai direbut dan diributkan.

Lantas, dalam beberapa waktu kemudian, Pemerintah kota Semarang mulai menilik kembali tentang rencana tata ruang pasar tersebut. Kali ini, dengan sedikit memberikan sentuhan yang berbeda, Pemerintah kota Semarang yang barangkali sudah terlalu capai untuk menangani masalah pasar Johar ini, mulai menawarkan sebuah konsep konservasi. Dengan mempertahankan keutuhan bangunan peninggalan Belanda yang diarsitekturi oleh Herman Thomas Karsten yang semula lebih mengutamakan aspek kenyamanan bagi siapa saja yang datang ke pasar tersebut. Dengan perpaduan bentuk atap serta ketinggian bangunan, membuat sirkulasi udara di dalam pasar tetap dapat bertahan sejuk tanpa harus dipasang air conditioner (ac). Selain itu, Karsten juga memperhitungkan pula aspek sosiologi pasar tersebut yang lebih didominasi oleh kaum hawa dan memberikan ruang bagi pedagang tiban yang bisa melakukan aktifitas perdagangan mereka pada saat-saat tertentu saja.

Langkah ini sekaligus sebagai sebuah jawaban atas tuntutan beberapa kalangan terutama yang disampaikan oleh beberapa pakar kebudayaan serta beberapa pemerhati budaya di Semarang yang mendesak Pemerintah kota Semarang untuk melakukan revitalisasi bukan revolusi terhadap nilai-nilai historis yang ditinggalkan gedung bangunan tua ini. Dengan dasar Undang-undang nomor 2 tahun 2007 tentang penataan ruang.

Bagaimanapun memang harus diakui pesona pasar Johar telah menjadi semacam mantra yang mampu menyihir setiap kalangan untuk semakin gencar membincangkannya. Padahal, jika ditarik ulang kembali dari awal mula munculnya pasar ini, ia hanya dibangun di atas lahan yang telanjur menjadi subur. Sebuah ladang tempat memanen segepok uang. Karena alasan itulah, polemik pasar Johar hingga saat inipun belum terselesaikan.

Sejumlah aksi protes terus terjadi. Kekhawatiran terus menghantui baik pada warga maupun pedagang. Namun demikian, Pemerintah kota Semarang tetap tidak mau menyerah untuk terus melakukan pendekatan dengan mereka meski belum ada titik temu. Lantas apa sebenarnya akar permasalahannya? Apakah benar pendekatan yang dilakukan Pemerintah kota Semarang ini kurang mampu menyentuh mereka? Atau karena Pemerintah kota Semarang terlalu memandang silau pasar Johar sebagai ladang emas sehingga banyak hal yang tidak mampu dirumuskan Pemerintah kota Semarang untuk segera menyelesaikan masalah yang menjadi masalah klasik ini? Kalau memang demikian yang terjadi, bukan tidak mungkin bahwa saat ini kota Semarang yang tengah sibuk dengan riasannya untuk menjadi kota metropolitan ini sudah dijangkiti sebuah virus budaya yang dinamakan kapitalisme.

SUMBER PUSTAKA

  1. Friday, 14 November 2008. TEMPO DOELOE & KINI : Pasar Johar. available at: http://www.forumbudaya.org
  1. Sohirin. 28 Mei 2008. Pasar Johar Kampung Pedagang. available at: http://wisatamelayu.com
  1. Rabu, 24 Mei 2006. Revitalisasi Pasar Johar Akan Gusur 15.000 Pekerja; Renovasi 1980-1982, Hanya 30 Persen Pedagang yang Bertahan. available at: http://www.kompas.com
  1. Rabu, 30 Mei 2007. Pemkot Diminta Libatkan Pakar. Available at: http://www.suaramerdeka.com/harian/0705/30/kot02.htm

Komentar